Senin, 20 Februari 2017

Supervisi di Kantin yang Menyenangkan Guru



SUPERVISI DI KANTIN, GURU SENANG SUPERVISI BERHASIL

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
Hasil pembinaan pelaksanaan pembelajaran terhadap 42 orang Guru SMK di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Batang Hari pada Tahun Pelajaran 2012/2013 adalah seperti pada lampiran 1. Data tersebut menunjukkan, bahwa hanya 22 orang (52,38%) guru yang memperoleh nilai minimal baik. Dari skor maksimal 4, skor perolehan rata-rata kegiatan pendahuluan 3,00, kegiatan inti 2,94, dan kegiatan penutup 2,61. Pada kegiatan inti diperoleh informasi skor rata-rata kegiatan eksplorasi 2,94, kegiatan elaborasi 2,90, dan kegiatan konfirmasi 2,88.
Hasil yang dicapai guru-guru per sekolah juga kurang memuaskan, karena guru-guru binaan di SMK Negeri 1 dan SMK Negeri 2 yang sudah mencapai nilai rata-rata baik sebenarnya belum memuaskan. Walau dari data pada lampiran 2 menunjukkan, bahwa skor rata-rata yang diperoleh guru-guru di dua sekolah tersebut adalah 3,01 dan 3,00, tapi skor tersebut baru masuk rentang awal nilai baik. Apalagi guru-guru di dua sekolah ini belum ada yang mencapai nilai amat baik. Nilai tertinggi yang dicapai adalah 3,54 oleh guru SMK Negeri 1 dan 3,40 oleh guru SMK Negeri 2.

 Pengawas sudah melakukan supervisi dengan menggunakan instrumeninstrumen yang ada dalam Buku Kerja Pengawas Sekolah yang sudah sesuai dengan standar proses. Pengawas sudah memberikan saran-saran perbaikan di instrumen pemantauan pelaksanaan pembelajaran kepada para guru yang dibina. Saran-saran perbaikan tersebut dicatatkan lagi dalam buku tamu (pembinaan) yang disimpan di ruang kepala sekolah. Namun kondisi guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran tetap kurang memuaskan.
Sebagian guru masih mengajar dengan berceramah dengan sesekali diselingi pertanyaan: Sudah mengerti? Kalau belum tanyakan ya! Pertanyaan diikuti seruan dengan nada yang agak tinggi (yang mungkin) sebagai penyebab siswa enggan bertanya. Karena tidak ada yang bertanya, lanjut si guru, berarti sudah mengerti semua, maka sekarang buka buku halaman sekian dan kerjakan soal nomor sekian. Kondisi ini ditunjukkan pada photo nomor 1 dan 2 di lampiran 3.
Guru yang sebagian lagi mengajar seperti pada photo nomor 3 pada lampir-an 3. Mereka (beranggapan) mengajar sudah lebih canggih dengan menayangkan slide demi slide dari PowerPoint. Namun pada dasarnya mereka tetap berceramah, kalau tidak mau disebut mendikte,  dengan memindahkan teks dari buku ke slide ProwerPoint.
Pembinaan terhadap guru-guru melalui “supevisi”  telah dilakukan pengawas, baik secara individu maupun secara berkelompok. Pembinaan sudah dilakukan dengan cara konsultasi, pemberian contoh, diskusi, dan pelatihan. Kegiatan-kegiatan pembinaan telah dilakukan hampir sempurna mendekati tuntutan jam ekulivalen tatap muka pengawas berada di sekolah 24 jam pelajaran per minggu. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan secara formal di MGMP, ruang guru, ruang pembelajaran khusus, atau di ruang kepala sekolah sebagaimana ditunjukkan dengan contoh pada photo nomor 4 di lampiran 3.
Hasil pembinaan oleh pengawas terhadap guru-guru memprihatinkan, tidak memuaskan dan mengecewakan, terutama guru honorer atau Guru Tidak Tetap (GTT) dan guru pada sekolah swasta. Dari 27 orang guru SMK Negeri (17 orang PNS dan 10 orang GTT) yang belum mencapai nilai baik sebanyak 10 orang, 1 orang merupakan guru PNS. Sedangkan 11 orang guru lainnya yang belum mencapai nilai baik merupakan bagian dari 15 orang guru SMK swasta.
Perlu ada perubahan yang dilakukan dalam pelaksanaan supervisi agar kemampuan guru dalam proses pelaksanaan pembelajaran bisa lebih baik. Apakah mungkin karena kegiatan supervisi selama ini dilakukan terlalu formal, sehingga guru yang disupervisi merasa tidak nyaman dan kurang bebas? Karena supervisi seperti itu bertentangan dengan gaya pebelajar dewasa? Sebagaima disebut Danim (2010), bahwa pebelajar dewasa memiliki gaya belajar independen. Guru sebagai pebelajar  dewasa membutuhkan suasana belajar yang nyaman yang biasa membuat mereka tidak merasa berada dalam situasi yang terlalu mengikat.
Pengawas harus mengubah suasana pelaksanaan supervisi dari yang terlalu formal ke suasana yang lebih santai. Selama ini pengawas melakukan pembinaan terhadap guru lebih cendrung mengembangkan hubungan komunikasi yang sangat formal seperti antara atasan dan bawahan. Oleh sebab itu pengawas harus mengembangkan hubungan atau komunikasi yang membuat guru lebih merasakan pengawas sebagai mitra kerjanya. Untuk itu pertemuan-pertemuan dalam rangka pembinaan guru akan dilakukan di kantin sekolah.
1.2    Pendekatan Penyelesaian Masalah
Pendekatan yang digunakan dalam supervisi ini adalah pendekatan direktif, karena pendekatan ini menurut Atmodiwiryo (2011) dilakukan terhadap guru yang tidak bermutu. Dengan pendekatan ini pengawas memberikan arahan, penjelasan, memberi contoh, dan menguatkan.
Sedikit modifikasi dilakukan dimana pengawas tidak memberikan hukuman  (funishment) dan lebih banyak melakukan tanya jawab dan konsultasi. Pendekatan ini dilakukan dalam suasana yang tidak terlalu formal dengan meciptakan kehangatan dan rasa dihargai pada guru yang disupervisi. Hal ini sesuai dengan yang disebut Glasser dalam Joyce dan Weil (1972), bahwa kegagalan di sekolah bukan karena kegagalan mencapai target akademik yang tinggi, tetapi karena tidak terpenuhi kebutuhan dasar si pebelajar sebagai manusia: dicintai (hubungan yang hangat) dan dihargai (respect atau self-worth).
1.3    Tujuan dan Manfaat Best Practice
Tujuan best pactice ini adalah untuk mengungkapkan keberhasilan supervisi yang dilaksanakan dalam suasana pertemuan yang lebih rileks, lebih santai, dan tidak terlalu formal di kantin sekolah. Sedangkan manfaatnya adalah diperolehnya cara supervisi yang dapat dapat menunjang keberhasilan guru dalam melakukan proses pembelajaran siswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar